PR Aku

Acap kali kamu marah, mood gak jelas, dalam satu waktu ada 2 mood sekaligus, sebentar-sebentar ada keinginan menggebu tapi kemudian dipatahkan - langsung muncul rasa sakit hati - karena merasa keinginannya tidak didukung oleh circlemu, disitu aku merasa harus bisa menetralisir perasaan itu. Aku tidak ingin kamu menjadi manusia yang "Harus, Kudu, Iya" pada saat rasionalmu tidak bekerja dengan baik. Aku ingin mengajakmu untuk tetap bisa berpikir realistis dan tenang dengan kepala dingin.

Aku menyadari saat ini aku hidup dengan seorang pria dewasa yang juga memiliki rasa. Sama halnya dengan aku yang juga memiliki perasaan. Pria ini perlahan akan tumbuh menjadi ayahnya anakku, yang kelak Ia akan mengajarkan bagaimana cara membahagiakan dirinya sendiri, ibunya, dan orang lain. Yang kelak Ia akan mengajarkan bagaimana bertutur dan berpikir lojik. Yang kelak Ia akan mengajarkan bagaimana cara memilih keputusan yang paling baik untuk dirinya. Itu semua akan selalu ada peran kamu sebagai ayahnya yang bicara.

Aku sadar bahwa kita dua manusia yang berbeda. Aku berusaha buat mengimbangi itu, pun juga berusaha untuk tidak ada yang merasa tersakiti bahkan dirugikan. Aku merasa kita saling membutuhkan dan saling mengingatkan. Dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang aku punya, aku tetap ingin bersuara.

Susahnya aku memberikan insight pada saat kamu sedang merasa tidak baik-baik saja, biarkan itu menjadi PRku. Adakalanya aku memilih untuk membiarkan kamu sibuk dengan pikiranmu sendiri, marah dan bete menjadi resah, tapi juga adakalanya aku memilih untuk langsung mengutarakan apa yang ingin aku sampaikan. Namun lagi-lagi, opsi kedua ini bukan menjadi pilihan yang tepat. Sudah pernah kucoba berulang kali, ternyata hasilnya selalu tidak mengenakan. Kini, kuputuskan untuk akan lebih memilih menggunakan opsi pertama, guna menjaga perasaanmu dan perasaanku juga.

Kamu harus menyadari dan mengakui bahwa ada trauma inner childmu, yang sedikitnya aku tau dari cerita-cerita kita. Tenang sayang, itu sudah berlalu. Aku ingin kamu menjadi manusia yang baru, bukan lagi terbuai dengan keinginan masa lalu yang belum pernah tersentuh. Sekarang, bantu aku untuk bisa menutup luka-lukamu. Harus ada peran dalam dirimu sendiri untuk juga mau menyembuhkan luka masa lalu. Aku tidak bisa menutup bahkan mengubur kenangan buruk itu, yang bisa aku lakukan hanya berusaha untuk tidak membuka luka itu.

Maaf, kalau aku seolah menjadi juri dalam analogimu. Tapi inilah perasaanku yang masih terus belajar memahamimu.



Komentar