Dear sayangku,
Pernah pada suatu malam aku mengutuk diriku sendiri, kenapa aku tidak bisa mengungkapkan ini secara langsung?
Sekuat tenaga aku meredam dan mengesampingkan emosiku agar tidak berubah menjadi amarah yang menggebu
Aku memilih untuk menuliskan ini, tidak ada niatan sedikitpun untuk menyinggung
Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang sedang ada dalam pikiran dan hatiku
Namun sebelum dilanjut, aku ingin mengucapkan sejak awalnya hingga akhirnya tulisan ini atas dasar cinta
Ntah ada kata lain yang bisa aku tulis selain kata "cinta", yang jelas aku ingin kamu mengetahui bahwa aku sungguh mencintai kamu.
Aku sangat berterimakasih atas segala usaha dan kerja kerasmu, berjuang untuk menghidupi keluarga kita
Lelahmu, amarahmu, emosimu, gelisahmu, dan segala keluh kesahmu, semoga Allah membalasnya dengan kemuliaan
Aku bersyukur atas sikap suamiku yang sangat sigap dalam segala lini dan aspek kehidupan kita setelah menikah
Gaada hal yang lebih serius dalam tulisan ini selain :
1. Aku mencintamu
2. Aku berterimakasih atas segala yang kamu beri
3. Aku bersyukur Allah jodohkan aku dengan pria sebaik kamu
Sayang, dulu sesaat sebelum kita berkomitmen untuk menikah, semoga kamu ingat, aku pernah mengatakan bahwa aku bukanlah wanita baik yang sholihah seperti yang diharapkan orang-orang.
Aku bukan juga ahli agama yang faham betul soal hukumnya apa saja yang wajib, sunnah, haram, dll
Aku hanya perempuan yang masih banyak kurangnya dan masih haus akan ilmu
Aku tidak juga menginginkan pria yang berjodoh denganku adalah pria yang sudah sholih dan ahli agama
Namun aku juga tidak menginginkan pria yang berjodoh denganku adalah pria yang malas soal agama
Aku ingin kita jalan bersampingan, belajar bersama mendalami agama dan menerapkannya dalam rumah tangga.
Poin pentingnya, belajar bersama-sama.
Pada malam kamu menceritakan kekesalan dan kekecewaan kamu soal pekerjaan, rasanya saat itu aku ingin sekali bilang "udahlah, percuma dikeluhkan, toh juga kamu sudah menjalaninya setengah jalan. Tinggal dituntaskan dan jadikan ini pelajaran. Tenaang. Gausah kecewa. Gausah juga merasa rugi telah berbagi ilmu dengan yang lain. Insya Allah diganti rejekinya sama hal yang lebih baiik dari Allah, seperti Satish sehat, istri sehat, makan cukup, tidur ga kepanasan, kalo hujan ada tempat berlindung. Udahlah, tenang. Allah pasti bantu. Tenang".
Tapi justru yang keluar adalah "iyaa aku paham kekecewaan kamu. Sabar, ikhlas. Biarkan orang-orang yang mendzolimi kita Allah yang balas, bla bla bla... Percuma juga kamu kerja sekarang cari uang yang banyak tapi kamunya ga bisa menikmati dan nantinya sakit, punya banyak uang tapi sakit juga buat apa" Yang padahal ini adalah kalimat ngawur yang aku sampaikan untuk mengurung kalimat di paragraf sebelumnya.
Seketika aku mendapati satu kata yang tepat untuk menggambarkan semuanya, "TENANG".
Aku merasa aku pun sering gelisah belakangan, aku tidak menampik juga bahwa aku sering merasa kurang, aku juga merasa mudah terpancing emosiku ingin marah yang padahal ketika disadari itu semua gaada gunanya.
Aku butuh tenang, jiwaku yang butuh. Pikiran dan hatiku pun butuh tenang.
Hingga aku mengingat sesuatu soal apa niatku untuk menikah denganmu?
Apakah hanya melulu soal membangun rumah, cukup makan, cukup papan, dan keuangan?
Kayaknya bukan. Bukan itu yang aku mau dalam pernikahanku.
Aku menyadari ada yang salah dalam niat ibadahku
Aku menyadari betul masih banyak yang kurang dalam sholatku
Aku merindukan tenangku
Tenang dalam jiwaku
Seringnya aku sedih setiap kali bangun subuh kesiangan, seringnya pula aku marah kenapa kamu ga bangunin aku?
Pernah aku bertanya soal ini kepadamu, tapi jawabanmu seolah itu hanyalah menjadi kewajibanku yang seharusnya sudah aku tau sendiri
Aku butuh extra kuat untuk bisa bangun pagi
Aku butuh kemauan yang tinggi untuk bisa subuh tepat waktu lagi
Aku butuh bantuan orang lain untuk mengingatkan aku di kala aku ingin tersandung
Aku butuh kamu untuk marahin aku tiap aku salah dalam ibadahku
Tenang..
Aku ingin tenang sayang.
Aku gak bisa selamanya harus menaruh keluh kesahku dalam tulisan seperti ini
Aku gak bisa selamanya menampung kegelisahan sendiri
Aku butuh orang untuk bisa aku bagi
Saat kamu punya teman yang bisa dicari untuk berbagi, aku cuma punya kamu
Gak mungkin aku menceritakan ini semua kepada mamah dan ibu
Gak mungkin aku mencari pelarianku ke adik-adik dan kakakku
Apalagi menceritakan ini kepada sahabatku
Aku tau batasanku, dan untuk isu keluargaku tidak akan sedikitpun aku biarkan orang lain tau urusan dapurku
Aku butuhnya kamu.
Tenang ya sayang
Aku mau kita sama-sama belajar lagi untuk menata kehidupan kita sejak dini
Aku mau kita menjalani semua ini dalam tenang
Aku mau ada cinta segitiga antara aku, kamu, dan Tuhan dalam rumah tangga ini
Aku mau kamu juga tenang dalam hal apapun.
Ada kekhawatiran dalam diriku
Ketika aku merindukan tenang, namun suamiku tidak mengindahkan hal itu, aku hanya akan merasa berusaha sendirian
Kelak aku hanya akan menampung keresahanmu, tanpa kamu tau apa yang aku mau, maka kita tak lagi sedang bertemu.
Naudzubillah..
Komentar
Posting Komentar