Setelah pengalaman beberapa tahun silam membawaku kepada pribadi yang hari ini, aku baru menyadari nampaknya sulit untuk berdamai dengan diri sendiri.
Bukan rasa sakit yang dirasa saat ini, tapi lebih kepada rasa takut, cemas, dan khawatir untuk menyongsong hubungan yang lebih tinggi.
Belum ada pembicaraan khusus yang lebih serius memang, tapi cara berpikir jangka panjang ini sungguh membuatku resah.
Memulai hubungan baru bukan perkara yang sulit bagiku, tapi perjalanan dalam melangkah tuk menjajaki proses yang belum tentu arah tujuan yang pasti inilah yang membuatku ragu.
Ketika semua dimulai dari titik nol dengan gambaran serupa mirip kisah yang lalu, membuatku berkaca akan pentingnya membahagiakan diriku sendiri.
Hanya ada 3 kemungkinan dalam perjalanannya, namun 2 diantaranya bisa dipastikan akan memiliki akhir kisah yang sama.
- Bisa membuka diri, menerima, dalam setiap tempaan yang akan dilalui, meski takut ketika diakhir tidak bisa dinikmati. Layaknya masa pembibitan pohon mangga, lama memupuk, merawat, dan menjaga namun ketika pohon berbuah, kemudian diambil orang lain.
- Sejak awal sudah memberikan statement sikap, akankah maju atau mundur sedini mungkin. yang jelas beban dirasakan akan lebih cepat pula.
- Segala kemungkinan terburuk akan terjadi di awal pertemuan, namun Allah berkehendak bahwa dialah yang terbaik untuk saya.
Bolehkah aku merasa demikian? atau ini hanya bentuk ungkapan bahwa sejujurkan aku belum berdamai dengan diri sendiri?
Komentar
Posting Komentar