Ada yang bilang, 3 Menit pertama saat kita berkenalan dengan seseorang adalah waktu yang paling krusial. Tapi aku rasa tidak.
Aku tidak butuh waktu secepat itu untuk mengenal seseorang yang baru aku temui.
Aku rela meluangkan waktu untuk lebih mengenal orang lain, karena aku tidak mau keliru lagi.
Setidaknya aku butuh tiga hari, tiga kali, dan tiga waktu untuk mengenal... kamu (orang baru).
Bahkan aku rasa itu pun masih kurang bagiku untuk benar-benar dapat memahamimu (orang baru).
Layaknya hadist yang menyuruh umat tuk terus belajar hingga ke liang lahat, begitu pula caraku untuk belajar lebih mengenalmu (orang baru).
Kesan pertama, manis.
Kemudian, baik dan asik.
Lalu, humoris dan narsis.
Tapi.. misterius.
Masih ingat obrolan kala pertama bertemu, "eh dari mana?"
"kenapa? kedengeran medok ya?"
batinku tertawa seraya menutup bibir yang mengembang.
"hm iya, dikit" jawabku.
"aku orang sini, tapi kecil dan lama di Surabaya" singkatnya.
Kesan pertamaku.. menarik.
Kemudian, kamu.. hilang.
Obrolan kembali mencuat ke permukaan saat mendekati akhir acara.
Modus pertama, follow Instagram.
Dari sana aku perlahan belajar, bahwa kamu sebenarnya.. terlihat kesepian. Tapi maaf jika aku salah.
Kamu bilang, ada sesuatu yang salah dengan kakimu.
Diam-diam aku menaruh pertanyaan, ada apa dengan kakimu?
Modus kedua, saat momennya pas, bertanya adalah cara untuk membuka pembicaraan.
"eh kakinya kenapa?" (xixixi)
Kemudian kamu cerita dengan seru. "Dikejar anjing hingga tersuruk di gunungan pasir, dan hap! si anjing menggigit di dekat luka bekas bentrokan pasir".
Antara aku ingin tertawa atau turut prihatin. Tapi karena gaya ceritamu yang lucu, tawaku lepas di hadapanmu. Seru.
Di malam Kita hanya bisa melihat kembang api dari luar gedung, aku benar-benar ingin melihat kembang api itu.
Tak kusangka rangekku membuat responmu begitu cepat.
Dalam sekejap Kamu mengeluarkan korek gas dan menyodorkannya dihadapanku.
Tanpa ragu ku meniupnya dan tawaku lepas.
Bahagiaku sederhana.
Manis..
Kemudian kuperlahan tau, apa kesukaanmu.
Kuberusaha mengerti jika situasinya sedang tidak mudah dimengerti.
Perlahan ku berjalan mengarahmu, untungnya kamu tidak menjauh.
Kemudian aku berlari, untungnya kamu masih meresponku.
Kuanggap hal itu perilaku biasa.
Hujan, senayan, bus, dan raincoat adalah saksi antara kamu dan aku.
Hingga momen itu tiba, kamu terbaring lemah dihadapanku.
Ada rasa khawatir yang hendak kutunjukan kepadamu, tapi kuberusaha tetap tenang agar orang-orang tidak melihatku ragu.
Wajahmu, tepat 30 centi di hadapanku.
Perlahan, kukenali bentuk wajahmu tanpa ragu.
Tegas, teduh, mulus (hahaha).
Kemudian, tanganmu, jemarimu..
Lembut, ideal, dan "pas" dalam genggaman.
Aneh. Rasanya aku gamau lepas. Tapi harus ku lepas.
Perhatianku tak sampai disitu.
Obat maag, kuharap dapat meringankan sakitmu. Dan kuharap, dapat menjadi kenanganmu bersamaku.
Aku tau, mungkin kamu masih butuh waktu untuk mencintai dirimu sendiri daripada membaginya kepada orang lain.
Aku tau kamu masih memiliki cita-cita untuk memiliki sebuah usaha bidang Production House. (Frontal euy)
Aku tau fokusmu saat ini adalah soal kerja dan membangun karirmu.
Seandainya Allah mengizinkanku tuk berada disampingmu, kuyakin suatu saat nanti kita pasti akan bertemu.
Biarkan semesta tau dan menyampaikan salamku, untuk kamu wahai orang baru.
Aku tidak butuh waktu secepat itu untuk mengenal seseorang yang baru aku temui.
Aku rela meluangkan waktu untuk lebih mengenal orang lain, karena aku tidak mau keliru lagi.
Setidaknya aku butuh tiga hari, tiga kali, dan tiga waktu untuk mengenal... kamu (orang baru).
Bahkan aku rasa itu pun masih kurang bagiku untuk benar-benar dapat memahamimu (orang baru).
Layaknya hadist yang menyuruh umat tuk terus belajar hingga ke liang lahat, begitu pula caraku untuk belajar lebih mengenalmu (orang baru).
Kesan pertama, manis.
Kemudian, baik dan asik.
Lalu, humoris dan narsis.
Tapi.. misterius.
Masih ingat obrolan kala pertama bertemu, "eh dari mana?"
"kenapa? kedengeran medok ya?"
batinku tertawa seraya menutup bibir yang mengembang.
"hm iya, dikit" jawabku.
"aku orang sini, tapi kecil dan lama di Surabaya" singkatnya.
Kesan pertamaku.. menarik.
Kemudian, kamu.. hilang.
Obrolan kembali mencuat ke permukaan saat mendekati akhir acara.
Modus pertama, follow Instagram.
Dari sana aku perlahan belajar, bahwa kamu sebenarnya.. terlihat kesepian. Tapi maaf jika aku salah.
Kamu bilang, ada sesuatu yang salah dengan kakimu.
Diam-diam aku menaruh pertanyaan, ada apa dengan kakimu?
Modus kedua, saat momennya pas, bertanya adalah cara untuk membuka pembicaraan.
"eh kakinya kenapa?" (xixixi)
Kemudian kamu cerita dengan seru. "Dikejar anjing hingga tersuruk di gunungan pasir, dan hap! si anjing menggigit di dekat luka bekas bentrokan pasir".
Antara aku ingin tertawa atau turut prihatin. Tapi karena gaya ceritamu yang lucu, tawaku lepas di hadapanmu. Seru.
Di malam Kita hanya bisa melihat kembang api dari luar gedung, aku benar-benar ingin melihat kembang api itu.
Tak kusangka rangekku membuat responmu begitu cepat.
Dalam sekejap Kamu mengeluarkan korek gas dan menyodorkannya dihadapanku.
Tanpa ragu ku meniupnya dan tawaku lepas.
Bahagiaku sederhana.
Manis..
Kemudian kuperlahan tau, apa kesukaanmu.
Kuberusaha mengerti jika situasinya sedang tidak mudah dimengerti.
Perlahan ku berjalan mengarahmu, untungnya kamu tidak menjauh.
Kemudian aku berlari, untungnya kamu masih meresponku.
Kuanggap hal itu perilaku biasa.
Hujan, senayan, bus, dan raincoat adalah saksi antara kamu dan aku.
Hingga momen itu tiba, kamu terbaring lemah dihadapanku.
Ada rasa khawatir yang hendak kutunjukan kepadamu, tapi kuberusaha tetap tenang agar orang-orang tidak melihatku ragu.
Wajahmu, tepat 30 centi di hadapanku.
Perlahan, kukenali bentuk wajahmu tanpa ragu.
Tegas, teduh, mulus (hahaha).
Kemudian, tanganmu, jemarimu..
Lembut, ideal, dan "pas" dalam genggaman.
Aneh. Rasanya aku gamau lepas. Tapi harus ku lepas.
Perhatianku tak sampai disitu.
Obat maag, kuharap dapat meringankan sakitmu. Dan kuharap, dapat menjadi kenanganmu bersamaku.
Aku tau, mungkin kamu masih butuh waktu untuk mencintai dirimu sendiri daripada membaginya kepada orang lain.
Aku tau kamu masih memiliki cita-cita untuk memiliki sebuah usaha bidang Production House. (Frontal euy)
Aku tau fokusmu saat ini adalah soal kerja dan membangun karirmu.
Seandainya Allah mengizinkanku tuk berada disampingmu, kuyakin suatu saat nanti kita pasti akan bertemu.
Biarkan semesta tau dan menyampaikan salamku, untuk kamu wahai orang baru.
Komentar
Posting Komentar