Akhir Bahagimu

Masih teringat isi ajakanmu tuk bertemu denganku
Sebelumnya aku tidak punya firasat apapun tentang bagaimana akhir dari cerita Indah 2 tahun belakangan
Kamu mengajakku seperti biasa, tanpa ragu sedikitpun aku mengiyakan

14 September 2017, menjadi tamparan hebat bagiku saat itu
Dikala aku sedang dipusingkan dengan urusan skripsi Bab 4 yang tak kunjung usai
Kamu bilang dalam sebuah pesan singkat, "insha Allah sebelum desember aku nikah, aku Minta maaf ya kalo ada salah, mohon dimaafkan"
Oh ya.. mungkinkah ini caramu tuk membuatku agar fokus pada penelitianku?, batinku
Sebelumnya, 7 September 2017 Kamu berperilaku seolah tidak akan pernah terjadi apapun
Namun firasatku berkata lain
Aku memandang wajahmu dari samping saat Kamu menyetir Mobil dengan santainya
Seperti ada yang sedang ingin Kamu utarakan, namun entah mengapa Hal itu tak terucap
Benar saja, tujuh hari kemudian, kamu seolah berpamitan bahwa kamu akan menikah segera

Kulampiaskan emosiku dengan menuntaskan skripsi Bab 4ku
Beruntung, aku punya dosen pembimbing yang tidak menuntutku untuk berpikir "begini-begitu"
Rasanya seperti aku berjalan diatas air, mengikuti arus tanpa Kendala yang berarti

13 oktober 2017, aku berhasil menuntaskan sebagian kewajibanku
aku lulus dari kampus yang mempertemukanku dengan orang-orang yang hebat
Ditemani sahabat dan ibuku yang hadir kala itu, aku lulus sidang skripsi

5 November 2017, hari bahagia itu datang
Gelar sarjana sosial aku raih dengan prestasi yang membuat orang tuaku bangga dengan hasil usahaku selama ini
Dikala yang lain kulihat banyak orang mengerumuni para wisudawan, aku ditemani oleh dua orang terhebat di dalam hidupku, ibu dan bapakku
Raut bahagia terpancar, senyum merekah Indah kupandang
Bahagiaku sempurna, meski tanpa ucapan selamat atau kehadiranmu hari itu

25 November 2017, Kamu mengajakku tuk bertemu
Dengan senang hati ku mengiyakan ajakan itu
Masih dalam suasana bahagia pasca wisuda
Aku hanya berpikir, mungkin ini saatnya kamu ingin mengucapkan selamat padaku

27 November 2017, seperti hari-hari pertemuan sebelumnya
rutinitas biasa layaknya pasangan kekasih di ibukota
Ah, bukan. kala itu Kamu dan aku tidak bisa lagi disebut sebagai pasangan kekasih
Hubungan ini aku anggap seperti layaknya kakak dan adik

Sempat kutanyakan padamu kala kita sedang menyantap sushi di tempat biasa kita makan bersama
"Jadi gimana mas, sudah ada calon (istri)nya?"
Masih teringat jawabmu saat itu, "Belum. mau nikah sama siapa de."
Meski kulihat ekspresi ragu dalam jawabanmu, tapi kuberusaha tidak ambil pusing sama sekali
Kupercaya begitu saja dengan jawaban sederhana itu

Namun nampaknya, hari itu adalah hari terakhir pertemuan Kita
10 desember 2017, aku lihat di akun instagrammu bahwa kamu telah melangsungkan lamaran pada tanggal 8 desember 2017
Oh betapa terkejutnya aku
Sungguh, bukankah 13 Hari yang lalu kamu bilang belum ada calon (istri) yang Akan Kamu pinang?

Dipostingan yang kamu lepas pada tanggal 9 desember 2017
Kulihat dalam foto, seorang ibu yang sedang mengenakan seperti cincin dijari seorang wanita berkerudung hitam panjang
Dengan caption yang menggambarkan kebahagiaan "Alhamdulillah semalam berjalan lancar, semoga Allah memudahkan sampai hari akad.. Amin ya rabbal alamin".
Baiiikk.. kuanggap kamu hanya tidak ingin mengatakan yang sejujurnya untuk meredam sakit hatiku

Tapi taukah Kamu?
Sikapmu itu mencerminkan seberapa pengecutnya Kamu?
Maaf, aku berkata demikian, karena aku sudah tidak sanggup memendamnya terlalu lama lagi
Aku seperti wanita bodoh yang tidak tau apa-apa
Aku seperti wanita bodoh yang mau saja Kamu bohongi
Aku seperti wanita bodoh, bodoh, dan bodoh
Oh, tapi tidak
Kemudian aku tersadar bahwa mungkin itu caramu tuk tidak merusak silaturrahmi

Tapi apa yang terjadi saat ini?
Seolah aku yang ingin memutusnya
Kumatikan segala macam bentuk notifikasi yang berkaitan denganmu
Seolah hal itu mendeskripsikan bahwa hatiku sedang tidak baik-baik saja
Aku bisa saja berkata bahwa aku "gakpapa", dan menerima segala hal yang menjadi keputusanmu
Tapi haruskah dengan cara seperti ini?
Haruskah aku hanya tau dari info yang kamu sebarkan dari media sosialmu?
Tidak pantaskah aku mendengarnya langsung dari mulutmu?
Sungguh, aku tidak habis pikir apa yang membuatku berpikir demikian
Maafkan atas segala deru emosi yang membuatmu merasa aneh dalam tulisan ini
Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk melepas kekesalanku
Karena mulai hari ini, aku melakukan hal gila dalam hidupku, memutus silaturrahmi yang sesungguhnya itu dilarang oleh agamaku

Bersyukur, dalam hitungan bulan setelah kamu bilang ingin menikah saat itu, kamu sudah menemukan bahagiamu yang baru
Meski sejujurnya aku sudah mencium pertemuanmu dengannya (istrimu) sejak Mei tahun lalu
Kamu cerita kepadaku bahwa ada teman SMA-mu yang ingin berbisnis bersama denganmu
Kumulai melihat gelagat perubahan dalam dirimu
Apakah benar dia yang aku maksud?
Jika iya, firasatku selama ini tidak salah
Maaf, aku belum bisa melupakan itu

Akhir kata,
Kuucapkan selamat atas bahagiamu
Kudoakan pernikahanmu selalu dalam ridho Allah
Kudoakan semoga kamu mendapatkan keturunan yang baik, sholeh dan sholehah, cerdas, cantik dan rupawan, diberkahi Allah SWT

Darimu aku banyak belajar tentang cinta, sayang, indahnya perhatian, ketulusan, dan bahagia yang sederhana
Namun darimu aku juga belajar luasnya cakrawala, pengorbanan, restu, pahitnya cinta, dan pentingnya kejujuran.

Bila suatu hari nanti Kita dipertemukan dalam keadaan bahagia masing-masing, aku percaya bahwa ini sudah suratan.

Komentar