Menjaga Hingga Halal


Oleh: Innesyifa Haqien

Novia dan Andreas adalah sepasang manusia yang sudah menjalin hubungan pacaran selama dua tahun lebih. Mereka kuliah di salah satu universitas yang banyak mengajarkan tentang ilmu agama islam di bilangan Ibu Kota. Sore itu Andreas ingin mengantar Novia pulang ke rumahnya. Ketika sampai di depan rumah Novia, seperti biasa, Novia selalu menawarkan Andreas untuk masuk ke rumahnya walau hanya sekedar duduk-duduk. Andreas mengiyakan ajakan tersebut. Sebelum Novia masuk ke kamarnya untuk ganti baju, Andreas menahan Novia untuk mengajaknya duduk di sebelahnya.
Andreas           : Nov, aku mau ngomong.
Novia              : Iya sayang, mau ngomong apa?
Andreas           : Bisa duduk disebelahku sebentar.
           
Novia menuruti keinginan Andreas. Dengan wajah yang agak bingung.

Novia              : Ada apa?
Andreas           : Belakangan ini aku sering ikut seminar tentang psikologi cinta menurut
islam. Aku merasa kita gaya pacaran kita terlalu intens, dan agama kita ngga
ngajarin itu.
Novia              : Tunggu. Maksud kamu ngomong kaya gini apa? Langsung to the point aja.
Andreas           : Aku sayang sama kamu, Nov. Aku mau menjaga kamu seperti semestinya.
Aku mau kamu bahagia dan memikirkan masa depanmu dulu. Dan aku juga mau fokus untuk studi dan karirku. Aku takut kita gak bisa membagi waktu. Aku juga gak mau kita sama-sama terjerumus ke jurang yang justru membuat kita semakin jauh dengan Tuhan. Kamu ngerti kan maksud aku?
Novia  : Aku tau kamu ikut seminar. Aku tau kamu selalu bilang mau fokus studi dan karir. Dan selama ini aku masih terjaga karena kupikir kamu gak pernah keberatan dengan adanya aku di sini. Justru sebaliknya, aku kira kamu jadikan aku sebagai penyemangat.

Andreas menatap Novia dalam-dalam. Melihat ada segumpal air yang terbendung di pelupuk matanya. Semakin diperhatikan, air itu pun turun secara perlahan. Sebulir air mata sudah menetes di pipi kirinya. Mengartikan ada kesedihan di hatinya yang amat mendalam. Sejujurnya Andreas ingin mengusap tiap tetes air mata di pipinya. Tetapi ia menahan keinginan itu, karena takut justru membuat Novia semakin sedih.

Novia              : Kalau memang kamu menginginkan kita untuk mengakhiri hubungan ini dengan alasan yang kamu jelasin tadi, oke, gapapa aku terima. Aku juga gak mau menjadi beban buat kamu. Aku hargai keputusan kamu kalau memang itu yang terbaik buat kita.
Andreas           : Nov..
Novia              : Gausah menatap aku iba seperti itu, aku gapapa ko.

            Perlahan tapi pasti, Novia menghela nafas panjang dan menyeka air matanya sendiri
dengan punggung tangannya. Lalu mengembangkan senyum walau terkesan dipaksakan.
Andreas yang sudah memastikan bahwa Novia siap untuk ditinggalkan, ia pun pamit pergi.
***
            Waktu berputar begitu cepat. Hari-hari Novia dan Andreas dihabiskan untuk belajar
dan fokus menjalankan karir mereka masing-masing, baik di dalam kampus maupun diluar jam kuliah. Setiap mereka bertemu pandang, yang mereka lakukan hanya mengembangkan
senyum terbaik mereka, menandakan bahwa hubungan mereka tetap baik dan bisa menjalankan hari-hari dengan bahagia pula. Mereka melakukannya berulang-ulang. Hingga mereka berdua lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan di tempat yang mereka inginkan.
***
            Tiga tahun kemudian, Novia dan Andreas bertemu di sebuah pesta pernikahan teman kuliahnya dulu. Mereka berdua tampak canggung satu sama lain. Saat mereka hanya sedang berdua, Andreas memberanikan diri untuk mendekatinya.

Andreas           : Hai Nov, apa kabar?
Novia              : Hai, Ndre. Alhamdulillah baik. Kamu?
Andreas           : Alhamdulillah baik juga ko. Kamu seindrian aja?
Novia              : Iya, kamu?
Andreas           : sama, aku juga hehe

            Setelah mereka berbasa-basi menanyakan kabar, pekerjaan, dan keluarga masing-masing, keadaan keduanya semakin menghangat.

Andreas           : Hm, apa kamu udah punya pasangan?
Novia              : Sudah. Aku sedang LDR.
Andreas           : Ohya? Kalau boleh tau, dengan siapa kamu menjalin hubungan saat ini?
Novia              : Dengan masa depan.

            Novia sambil mengikik sendirian. Sedangkan Andreas menatapnya agak terkejut.

Andreas           : Haha, kirain sama siapa.
Novia              : Ada apa emangnya?
Andreas           : Tidak apa-apa. Hm, bolehkah aku jadi masa depanmu?

            Novia terkejut dengan pernyataan tersebut. Sebelum akhirnya dia melepaskan senyum dan mengangguk lalu mengucapkan, “boleh.”
***
            Mereka telah menjalankan apa yang seharusnya dijalani untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Sama-sama menjaga hati hingga akhirnya tercipta kata halal untuk keduanya. Setelah pertemuan di pesta pernikahan itu, Andreas segera menemui kedua orang tua Novia untuk meminta izin ingin menikahi sang putri. Dari perjalanan cinta yang sudah mereka lewati, kedua orang tua mereka pun merestui hubungan Novia dan Andreas.

***




* Cerpen ini telah dipublikasikan di bulletin Seputar HI pada 2014

Komentar