CINTA DIAM-DIAM


Oleh: Innesyifa Haqien

Di kampus tempat Bunga belajar mencari ilmu, ia menemukan sosok pria yang pandai dalam bergaul dan taat beragama. Memang Bunga belum pernah berjabat tangan dengannya, walau hanya untuk berkenalan. Tapi diam-diam, Bunga tau siapa namanya. Teman-teman pria itu menyebutkan sebuah nama, “Johan”.
Tahun pertama, setiap bertemu pandang atau berpapasan saat lewat, mereka berdua hanya saling memandang dengan sedikit tarikan senyum terbaiknya. Dengan malu-malu kemudian keduanya menunduk entah untuk menyembunyikan rasa apa yang ada di hatinya. Tahun kedua, ada kesempatan buat Johan untuk bisa berkenalan dengannya. Serra, teman sekelas Johan mengenal Bunga sejak pertengahan semester kedua.

Serra    : Bunga, kenalin ini temen aku, Johan, namanya.
Bunga  : assalamualaikum, saya Bunga.

            Perkenalan itu terbilang singkat. Entah untuk apa Serra mengenalkan Johan kepada Bunga. Walaupun demikian, Bunga tetap senang, akhirnya secara langsung ia sudah mengenal Johan.

            Tahun ketiga, tidak ada yang istimewa. Keduanya hanya saling bertegur sapa setiap berjumpa, lalu pergi. Memasuki tahun keempat, ketika semua orang seangkatannya sedang sibuk mempersiapkan skripsi, Johan menghilang. Diam-diam Bunga mencari beritanya namun tetap tidak ada info apa-apa. Dengan hati yang hampa tanpa senyum dari Johan yang biasanya hampir setiap hari dia melihatnya sebagai semangat, perlahan semangat itu redup. Tetapi Bunga tetap harus memandang ke depan. Sidang skripsinya akan segera tiba.
            Di penghujung tahun keempat, disini Bunga berdiri. Di sebuah gedung besar dengan banyak tulisan ucapan ‘Selamat’, Bunga mengenakan baju kebanggaan lengkap dengan toganya. Di sana ia banyak menemukan teman-teman seangkatannya dengan wajah yang berseri-seri. Ucapan selamat atas perjuangan mereka di kampus selama empat tahun belakangan pun usai. Ketika semua orang saling bercengkerama dengan penuh gairah menyambut hari bahagia itu, ada sedikit rasa sedih Bunga tidak melaksanakan wisuda bersama Johan.
***
            Lima tahun kemudian, saat kereta yang ditumpangi Bunga berhenti di stasiun manggarai menuju depok, ia melihat sesosok pria yang ia kenal. Johan! Namun dari penampilannya, amat berbeda saat terakhir kali mereka berjumpa di kampus enam tahun yang lalu. Dulu penampilannya sangat biasa. Bunga sering melihat Johan hanya mengenakan Polo-Shirt dengan celana jeans kebanggaannya. Kini, ia melihat Johan dengan pakaian bak eksekutif muda.

Bunga  : asslamualaikum, Johan ya?
Johan   : waalaikumsalam, Bunga? Hai apa kabar?
Bunga  : alhamdulillah, baik. Kamu?

            Perasaan Bunga saat itu amat bahagia. Akhirnya dia menemukan kembali cintanya yang dulu pernah hilang. Percakapan mereka dilanjutkan dengan alasan Johan mengapa ia dulu menghilang. Dan jawabannya adalah, dia ikut pindah bersama kedua orang tuanya ke Singapura dan melanjutkan studi manajemen di sana. Kemudian ia kembali ke Indonesia, untuk bekerja di sebuah perusahaan milik German. Namun ada alasan kedua yang membuat Bunga mabuk bukan kepalang, yaitu dia mencari setangkai bunganya yang dulu tertinggal di Indonesia.

Bunga  : kalau boleh tau, bunga apa yang kamu tinggal dulu?
Johan   : bunga itu amat berharga buat aku. Dan 5 menit yang lalu aku sudah menemukannya
kembali. Kamu.
***

Tidak selamanya bertahan pada pilihan hati dengan cara diam-diam hanya membuahkan sesak di dada. Berharap dalam ketidakpastian, tidak tau untuk apa menghabiskan waktu demi sesuatu hal yang dianggap sia-sia. Seperti namanya, menunggu sang kuncup merekah berseri dan menjadi berharga, bunga tidak akan tau kapan hari itu datang. Dengan proses yang cukup lama, sang bunga akhirnya mewujudkan mimpinya menjadi sesuatu yang indah tercipta dari Yang Maha Kuasa. 


~Selesai~

Komentar