Bukan Milik Nesya


Karya : Innesyifa Haqien

Pernahkah kamu mencintai seseorang dengan sangat?
Kemudian sadar bahwa cintamu tak berbalas
Namun, tak sedikitpun kamu berniat membuang rasa itu
Sebaliknya, diam-diam menyimpannya
Membiarkan rasa itu tetap hidup di dasar hatimu
Tak peduli betapa pedih dan perih yang kamu rasa
Saat melihat dia berjalan dengan seorang wanita
Dan itu bukan dirimu!
Melainkan wanita yang berstatus ‘kekasihnya’
Di sini, rasa ingin mengucapkan ‘Aku menyayangimu’
Tak tersampaikan..
Meski diam-diam,
Aku masih ssaja menatapmu dengan cinta yang malu-malu
***

            Entah sejak kapan Nesya seorang wanita berkulit sawo matang keturunan jawa tulen namun memiliki sikap yang konyol dan tak pernah mau mengumbar kesedihannya kepada teman-temannya, menyukai Dilan seorang pria berkacamata dengan rambut agak keriting dan badan yang tidak terlalu bidang berkulit lebih putih darinya yang baru Ia kenal.
            Siang itu di rumah Rireta, bersama Meli, Wiguna, Mara, Dini dan Mahza salah satu dari mereka menyalakan musik dari MP3 milik Dini yang sedang hits dinyanyikan oleh salah satu band muda ternama yang sedang di gandrungi oleh para remsaja yang berjudul “rasa ini”. Kata demi kata Nesya perhatikan dan diresapinya, tanpa ia rencanakan sebulir air mata telah jatuh di rok abu-abu miliknya.
            “Kamu kenapa, Nesya?” tanya Meli yang terkejut dengan sikap sahabatnya yang tiba-tiba berubah menjadi diam. “hei, mikirin apa?” tanyanya lagi.
            Nesya yang sedang mencoba ingin menjelaskan apa yang membuatnya menangis hanya bisa menunduk menutupi mukanya yang berubah kemerahan. Sekejap suasana ruang keluarga rumah Rireta menjadi hening atas sikap Nesya yang tanpa diduga sudah menangis. Meli yang tidak tega melihat sahabatnya menangis, langsung memeluknya dan membiarkan Nesya menangis dipangkuannya. “Maaf.. Aku hanya terharu ssaja mendengar lirik lagunya.” Ucap Nesya singkat sambil menatap senyum Meli dengan penuh harap.
            “bohong!” tuduh Meli. “Tidak mungkin hanya karena lagu kamu menangis sampai  seperti itu? Ada masalah apa?”
            “Aku.. Akuu..” jawab Nesya dengan ragu membuat teman-temannya kebingungan.
            “apa?” tanya Meli.
            “tidak tauuu!” ucap Nesya dengan nada tinggi. “Aku tidak tau apa yang mau Aku bicarakan. Tiba-tiba saja Aku kebayang muka Dilan. Seperti ada yang janggal di hati Aku. Dan Aku mau acuhin semuanya. Tapi semakin Aku acuh, semakin aneh.” Jelas Nesya dengan menahan tangis. Namun tak bisa dia membendung air matanya yang sudah terlanjur jatuh di pipi.
            “Kamu menyukai Dilan, Nesya?” tanya Wiguna spontan.
            “apa? Kamu menyukai Dilan?” sambung Dini dengan antusias.
            Nesya hanya bisa diam karena dia tidak tau harus jawab apa.
            “Nesya, kamu menangis karena, Dilan? Tenang saja.. masih banyak pria di luar sana yang jauh lebih baik dari Dilan.” Ucap Rireta tenang.
            “Aku kan tidak pernah bilang menyukai Dilan? Aku hanya bilang, merasa ada yang janggal saja.” jawab Nesya lebih tenang.
            “ya.. dari adanya rasa janggal, disitu ada rasaa~” ucap Mahza dengan tangan disilangkan dan jari yang dikibaskan di depan dadanya.
            “kaliang bicara apa? Aku tidak mengerti. Aku bingung suka apa tidak.” Jawab Nesya spontan.
            “nah, itu kamu bilang. kamu berarti kamu benar menyukai Dilan?” tanya Wiguna dengan nada yang meledek.
            “tidak. Apaan sih?” Nesya berkilah.
            “Nesya, dengerin Aku ya. Semakin kamu cuek, kamu semakin kepikiran. Kalau kamu memang suka, ya pastikan kalau kamu suka. Jangan digantungin. Kasian kamunya.” Kata Meli mencoba menghibur.
            “haha tidak mungkin.” jawab Nesya garing.
            “tapi kalau kamu benar menyukainya, tidah masalah. Suka sama orang tidak dosa.” Ucap Mahza sambil menyenderkan badan dikaki sofa.
            “aaah. Sudah sudah!” Ucap Nesya salah tingkah.
            “haaa? Salah tingkah ya, Nesya.” Ejek Dini.
            “tidak. Siapa yang salah tingkah?” jawab Nesya dengan cepat. “sudah sudah. Hahaha cari lagunya jangan yang galau, din.”
            “hahaha ngambek..” lagi-lagi diejek Wiguna.

            Setelah bermain dirumah Rerata, akhirnya Nesya pulang bersama Mahza. Selama diperjalanan, Nesya hanya bisa bengong memikirkan apa yang dia rasakan sekarang. Rasanya aneh saja jika Nesya benar-benar suka dengan Dilan. Nesya selalu memikirkan apa yang akan terjadi jika ia benar-benar menyukai Dilan. Terlalu banyak pertimbangan yang dipikirkan Nesya. Hingga tersadar ternyata dia sudah sampai di depan rumahnya.
            “Nesya? Sudah sampai.” Tegur Mahza.
            “ah iya. Hehe terima kasih ya sudah diantar.” Jawab Nesya tanpa semangat.
            “kamu bengong ya? Sudaahh.. jangan dipikirkan. Nanti suka beneran, lho.” Ledek Mahza yang melihat muka Nesya tanpa gairah.
            “haha apaan deh. Tidak. Tidak akan.”
            “eh, jangan ngomong tidak akan. Nanti tiba-tiba jadian, gimana?”
            “haha tidak mungkin.” Nesya mengelak.
            “impossible is nothing.” Ucap Mahza mengeja.
            “terbalik! Nothing is impossible.”
            “yah, terbalik sedikit. Hahaha”
            “yasudah sana Kamu pulang. Keburu maghrib. Tidak baik, maghrib-maghrib di jalan.”
            “iyaa.. Aku pulang dulu ya. Daa..” pamit Mahza yang hanya dibalas Nesya dengan melambaikan tangan.

            Berhari-hari Nesya memikirkan apa yang dia rasakan. Benar kata Meli, semakin cuek, semakin kepikiran. Nesya ingin memastikan kalau dia tidak menyukai Dilan. Namun tidak bisa. Nesya cukup munafik untuk menentukan ini. Hingga ia berpapasan dengan Dilan di koridor sekolah, yang dia lakukan hanya bisa tersenyum dan menatap senyumnya. Kenapa Aku harus liat senyumnya? Ujar Nesya dalam hati. Dan berlari ke dalam kelas untuk mencari Meli.
            “Mel, Aku ketemu senyum.” Ucap Nesya antusias.
            “senyum? Senyum siapa?” tanya Meli bingung.
            “senyum..” Nesya menggantungkan ucapannya. Kalau Aku bicara itu senyum Dilan, Meli akan menertawakan Aku. Keluhnya dalam hati.
            “senyum Dilan?” tanya Meli membuyarkan pikiran Nesya.
            “iya” ups.. keceplosan.
            “ooh.” Jawab Meli datar.
            “kok oh doang?” tanya Nesya heran.
            “kalau kamu ceritanya seantusias ini, berarti kamu suka beneran kan sama Dilan?” ucap Meli dengan melemparkan senyuman. Namun, ini bagaikan tamparan yang sangat pedas buat Nesya. Ia seperti seorang wanita yang terbangun dalam mimpi indah dan dikejutkan oleh pasukan warga cina membawa barong shai yang mengejutkan ditelinga karena dentruman suara gong. “sekarang, kamu mau berkutit apa lagi? kamu suka kan sama Dilan?” tanya Meli lagi.
            “haduh Meli, jangan tanya Aku suka atau tidak. Aku bingung mau jawab apa.” Keluh Nesya pada Meli.
            “yasudah. kamu pastiin perasaanmu, Oke?”
            “tapi..” lagi-lagi Nesya menggantungkan ucapannya.
            “tapi apa?” tanya Meli sedikit memaksa.
            “iya. Aku suka sama Dilan.” Jawab Nesya tanpa pikir panjang yang mengejutkan Meli.
            Meli hanya tertawa mendengar pernyataan sahabatnya. Tapi dia senang. Karena akhirnya, sahabatnya tidak galau lagi memikirkan perasaannya sendiri.

            Hari pengakuan itu pun berakhir dengan bahagia. Sejak saat itu, Nesya memutuskan kalau dia menyukai Dilan. Nesya cukup munafik untuk mengakui bahwa dia menyukai Dilan seutuhnya.
            Semakin hari Nesya memikirkan apa yang dia rasakan, semakin sakit rasanya saat Nesya tahu bahwa Dilan sudah mempunyai kekasih.
            “apa? Dilan sudah punya pacar?” ujar Nesya tak percaya saat info itu terdengar di telinganya.
            “iya. Tadi sih dia mengaku begitu sama Aku.” Jawab Mahza enteng sambil bercermin di kaca kamar mandi dan tidak menghiraukan ekspresi Nesya saat mendengar pengakuannya barusan.
            “terus dia bilang apa lagi Za? Aku tau tidak pacarnya siapa?” tanya Nesya tanpa gairah.
            “hm.. kayaknya kamu tidak tau orangnya deh. Tapi nanti Aku tanyain Dilannya lagi ya.” Jawab Mahza enteng.
            Nesya hanya mengangguk saat mendengar pengakuan dari sahabatnya. Rasa pening di kepalanya mencuat saat mendengar kalimat yang diucapkan Mahza. Tanpa ragu, Nesya membuka facebook dan mencari nama seseorang yang berhasil membuatnya nyaris pingsan di kamar mandi.
            Ahmad Adilan.
            Benar ssaja, saat membaca tulisan ‘Ahmad Adilan berpacaran dengan Naiya Risa’, dalam hitungan detik, air mata itu menetes lagi. “oke, tidak apa-apa. Nesya tidak boleh nangis. Tidak boleh.” Ucapnya menghibur diri sambil menghapus air matanya secara kasar. Namun, tetap saja air mata itu tak bisa dihentikan. Nesya menangis sejadi-jadinya di dalam kamar hingga dia lelah dan tertidur pulas.
            Dalam setiap kesempatan, Nesya selalu dipertemukan oleh Dilan. Ini yang membuatnya merasa berat. Ingin sekali dia melepas sosok seorang Dilan. Membuang jauh-jauh perasaan yang sudah berbulan-bulan tumbuh di hatinya. Hingga tawa, canda, kesal, sudah dilakukannya bersama. Mereka saling mengenal satu sama lain. Baik-buruk sikap diantaranya dianggap maklum.
            Suatu hari, ketika Nesya sedang berusaha untuk melupakan Dilan di saat keadaan mereka sudah semakin dekat, Dilan datang membawa kehangatan untuk Nesya. Selain mengobrol secara langsung, mereka juga sering bertukar pesan melalui pesan singkat elektronik. Suatu malam ketika Nesya sedang belajar, telepon genggamnya bergetar 3 kali menandakan ada pesan masuk.

Dilan   : maaf mengganggu kamu. Sedang apa? Boleh aku cerita sedikit?
Nesya  : aku sedang belajar. Tapi tidak apa-apa. Ada apa, Dilan?
Dilan   : Aku lelah. Setiap hari harus berangkat subuh dan pulang setelah isya.
Nesya  : ya kamu nikmatin saja. Masa-masa SMA tidak akan datang dua kali.
Dilan   : pelajaran Aku juga banyak yang terbengkalai, Nesya.
Nesya  : iya, Aku ngerti. Itu resiko kamu ikut banyak organisasi disekolah.
Dilan   : Aku ngantuk banget nih :(
Nesya  : yasudah kamu tidur saja. Kalau ada masalah, ceritakan saja denganku.
Dilan   : terima kasih ya, Nesya. Aku sayang kamu, Nes ({})
           
            JLEB!! Maksudnya Dilan bilang itu apa? Ujar Nesya dalam hati. No comment! Begitu banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan Nesya saat itu. ‘Dilan bukannya masih punya pacar? bagaimana bisa dia mengucapkan bahwa dia ‘sayang’ denganku? Apa kabar dengan pacarnya? Apa dia sedang mempermainkan Aku? Dilan tahu bahwa Aku menyukainya. Tapi kenapa sekarang disaat Aku sedang mencoba untuk melupakannya? Apa yang akan dirasakan kekasihnya jika dia tahu Dilan mengucapkan kata ‘sayang’ untuk wanita lain?’ ya. itulah pertanyaan yang ingin diucapkan Nesya saat itu. tapi dia terlalu bingung untuk mengucapkannya pada siapa.
            Keesokan harinya di sekolah, Nesya ingin menceritakan hal ini pada Mahza dan Meli. Tapi Nesya tidak menemukan batang hidung Meli. Akhirnya dia memutuskan untuk menceritakan ini pada Mahza.
            “apa? Dia bilang ‘sayang’ sama kamu?” ucap Mahza sambil melongo. “kok bisa? Bukannya Dilan masih pacaran sama Naiya?”
            “iya. itu juga yang Aku pikirkan. Kenapa Dilan bisa bilang seperti itu padaku? Apa dia mau mempermainkan perasaanku ya Za? Dilan mungkin tau kalau Aku suka dengannya.” Jawab Nesya enteng.
            “kurang ajar banget, Dilan. Brengsek.” ucap Mahza kasar.
            “kamu jangan ikutan emosi dong, Za.”
            “Tidak bisa, Nesya. Secara tidak langsung, dia udah nyakitin perasaan dua wanita sekaligus. dan hanya pria tidak bener yang bisa melakukan itu.” ucap Mahza penuh emosi.
            “yaudahlah, Mahza. Aku tau dia kaya gitu. Makannya, sekarang Aku bener-bener mau ngelupain dia.”
            “Aku dukung kamu, Nesya. Lupakan Dilan! Masih banyak pria baik diluar sana. Aku tau ini susah. Karena pasti kamu butuh waktu untuk bisa lupa. Dan sekarang, kamu jangan pikirin dia lagi.” Saran Mahza ini benar-benar  membuat hati Nesya lebih tenang.
            “tapi Aku tidak janji dalam waktu dekat ini.” Jawab Nesya lemas.
            “iya. Aku ngerti ko. Yang penting kamu mau coba. dan sekarang, kalau kamu masih belum bisa lupa, itu wajar. Itu hanya sisa-sisa rasa kamu ke Dilan saja.” Ucap Mahza bijak. Dan kalimat ini, benar-benar membuat Nesya merasa bahwa disekelilingnya masih banyak sahabat yang selalu mensupport dia di saat-saat galau seperti ini.
            Setelah sekian lama Nesya mati rasa karena hatinya tak bisa menerima seseorang untuk di kagumi, akhirnya di awal masa SMAnya dia dapat merasakan rasa itu. walaupun hatinya diharuskan untuk mengalah dan membiarkan Dilan jalan bersama Naiya, yang membawakan sedikit isakan tangis. Nesya sadar, bahwa cinta itu bukan untuk di perebutkan. Tapi cinta harus dimiliki. Mungkin Dilan bukan buatnya. Dan yang dia rasakan, bukanlah cinta. Tapi hanya sebuah obsesi yang mengharuskan Nesya untuk rela melepas Dilan. Karena Dilan milik orang lain. Dan Nesya sadar, tak ada yang lebih berarti selain kalimat bijak dari sahabat-sahabatnya disaat dia benar-benar jatuh. “So, Thank you Very much for you, Guys:D



_SELESAI_





*Cerpen ini telah diterbitkan di Neunzig Magazine Tahun 2012

Komentar