Oleh:
Innesyifa Haqien
“Kita tak pernah tau kapan
cinta datang
Rasanya, tak ingin lepas
ketika cinta itu benar ada
Jangan salahkan cinta jika
dia datang disaat yang tidak tepat
Hanya keegoisan diri yang
mampu membuat cinta itu pergi
Ia datang tanpa kita sadari
Walau mencoba untuk lupa..
Tapi ternyata cinta begitu
kuat
Hingga ego pun tak mampu
melawan
Tapi ketika cinta itu benar
pergi
Hanya penyesalan yang
tertinggal
Berjuta alasan mengapa dulu
Ia bisa membuat ‘cinta itu terlihat indah?’
Lihatlah dirimu apa yang akan
kamu lakukan?
Setelah semua cinta itu kamu
rasakan
Hingga cinta itu tak bisa
kembali di hadapanmu”
Di malam yang hitam pekat sekitar jam
9 malam, nada dering handphone-ku
berdering saat Aku hendak menarik selimut dan beranjak untuk tidur. Aku
meraihnya dari atas meja tepat disebelah kiri tempat tidurku.
“hallo?” sapaku.
“hallo, Senja? Maaf mengganggu.
Sudah mau tidur ya?” Tanya pria di seberang sana sebelum Aku tahu bahwa si
pemilik suara itu adalah Fajar.
“iya, Jar. Ada apa?” jawabku
bermalas-malasan.
“besok malam tahun baru, temen-temen
ngajak kita pergi ke villanya Bintang. Kamu bisa ikut?” bebernya.
“iya, Jar. Aku bisa ikut. Aku sudah
dapat izin dari orang tuaku. Jadi kita besok berangkat jam 7 pagi ‘kan dari
rumah Bintang?”
“iya. Yasudah, selamat malam,
senja.” Salamnya.
Belum sempat Aku menjawabnya,
rasanya ibu jari kananku sudah tidak sabar untuk mengakhirinya. Aku merasa
begitu lelah, karena seharian ini Aku sibuk mempersiapkan peralatan dan
perlengkapan yang harus Aku bawa besok pagi.
***
“senja, apa barang-barangmu sudah
masuk ke dalam bagasi mobil?” Tanya bintang saat Aku hendak menutup bagasi.
“iya. Sudah semua, Bi. Yang lainnya juga sudah. Kita bisa
berangkat sekarang.” Jawabku antusias karena tidak sabar ingin cepat-cepat tiba
di villa bintang yang berada di kawasan Anyer, Banten.
“baiklah. Ayo kita masuk ke dalam mobil.” Ajak bintang
sama antusiasnya denganku.
Kami berangkat dengan menggunakan 2 buah mobil. Di mobil Lexus yang Aku tumpangi, sudah terdapat
Awan yang berada di posisi pengemudi yang didampingi Bintang di sebelah kiri,
Mentari dan Surya di bagian belakang, dan Aku duduk bersama Fajar di bagian
tengah. Sedangkan di mobil Honda City,
Jupiter berada di bagian pengemudi yang didampingi Venus di sebelah kirinya,
serta Komet dan Meteor berada di bagian belakang.
Di sepanjang perjalanan, Kami tidak berhenti bercanda dan
bergurau. Hingga tidak sadar ternyata kami sudah ingin keluar pintu TOL Cilegon
Barat. Satu jam dari pintu gerbang tol, kami sudah tiba di Villa milik keluarga
Bintang. Bangunan Villa itu terlihat megah dan alami. Dari halaman bagian depan
sudah tercium aroma asinnya lautan yang terlihat hamparan ombak berderu dan
berlomba-lomba mendekati bibir pantai. Sedangkan untuk bangunan rumah,
dindingnya yang terbuat dari kayu jati tua yang dilapisi cat minyak terlihat
mengkilap dan licin bila di sentuh. Kami segera menuruni barang-barang bawaan
dari dalam bagasi dan segera masuk ke dalam villa tersebut. Tidak hanya bagian
depan yang terlihat bersih, namun juga bagian dalam rumah yang terlihat rapi
dan teratur begitu nyaman. Kami segera masuk ke dalam kamar seluas 4 x 6 meter
yang akan di tempati kami berlima para wanita yang pintu masuknya berada dekat
dengan ruang TV. Sedangkan lima orang pria menempati kamar seluas yang sama
tepat berada di seberang pintu kamar kami.
Sore ini saat matahari yang terik mulai meredup, kami
bersepuluh sudah berada di pantai menikmati indahnya sunset yang merubah langit
biru menjaidi kemerahan. Saat-saat inilah namAku mulai disebut orang-orang,
senja.
“senja, apa yang kamu rasakan ketika namamu disebut saat
matahari mulai tenggelam seperti ini?” Tanya Fajar tiba-tiba yang duduk tepat
di sebelah kananku.
“sedih dan bahagia.” Jawabku singkat.
“mengapa?”
“Aku sedih saat matahari di hari ini mulai meredup. Itu
artinya, apapun yang kita lakukan hari ini sudah berakhir dan tidak dapat kita
ulang. Tapi Aku merasa bahagia. Karena Aku akan memulai aktivitas baru saat
terbit fajar mulai menyapa.” Jawabku puas.
“sebahagia apa saat namaku mulai disebut setiap pagi?”
Tanya Fajar lagi.
“sebahagia Aku melihat Fajar, sahabatku yang sedang
tersenyum saat ini. Seperti tidak ada beban, yang padahal dia sedang ada
masalah dengan kekasihnya, Pelangi. Benar ‘kan?” tanyAku ragu.
“ya.. itu benar. Sudahlah, Aku sedang tidak ingin
membahasnya. Aku ingin menghabiskan malam tahun baruku bersama kalian.”
Gerutunya.
“tapi apa bisa? Seharusnya kamu juga bersenang-senang
dengan Pelangi malam ini.” Balasku.
“tapi sayangnya, dia tidak ada di sini malam ini.”
Aku diam. Aku tidak ingin merusak suasana kali ini. Aku
tahu bahwa Fajar sedang ada masalah dengan Pelangi si pencemburu. Entah apa
yang dicemburukan oleh Pelangi. Tapi yang Aku tau, pelangi selalu bersikap
demikian tiap Fajar sedang bersama Kami, sahabatnya.
Waktu sudah menunjukan pukul 8 malam. Acara kami
selanjutnya adalah makan malam bersama di halaman villa. Kami sudah menyiapkan
berbagai macam makanan laut dan ayam serta daging yang siap dibakar bersama
bumbu-bumbunya. Lagi-lagi acara ini tidak luput dari tawa dan canda. Acara
makan mala mini berlangsung cukup lama. Tanpa sadar ternyata waktu sudah
menunjukan pukul 11. Sambil menunggu perayaan malam tahun baru, kami semua
menikmati suasana malam di pinggir pantai bersama puluhan bahkan ratusan
wisatawan yang juga sedang menanti semaraknya malam pergantian tahun. Karena
banyaknya orang di pantai, kami bersepuluh terpisah. Aku bersama Fajar terbawa
oleh ramainya orang-orang menjauh dari villa. Sedangkan yang lainnya, sudah
tidak terlihat dari sudut matAku.
“senja, kita terlepas dari rombongan. Kamu tidak
apa-apakan?” Tanya Fajar panic.
“ya.. Aku tidak masalah.” Jawabku sambil tertawa karena
geli melihat tingkah dua orang bocah yang kesal karena istana pasir yang mereka
buat hancur terinjak-injak oleh wisatawan dari Negara asing. Aku bahkan tidak
sadar bahwa sejak tadi Fajar memandangku begitu dekat. Dan baru Aku sadari
ketika Aku bertemu mata dengannya. Seketika Aku merasa ada yang ganjil pada
tatapan itu. Segera Aku membuat mukAku kea rah yang lain.
“senja, Aku ingin bicara padamu. Hm.. hanya sedikit
intinya.” Ucap Fajar membuatku kembali menatap dua bola matanya.
“apa?” tanyAku singkat.
“setiap Aku bertanya padamu tentang dengan siapa kamu
menyimpan rasa suka pada pria, kamu selalu menjawab bahwa kamu sedang tidak
menyukai siapapun. Yang Aku tau dari mulutmu dan teman-temanmu dulu, bahwa kamu
pernah menyukaiku. Ya.. itu dulu. Benar ‘kan?” tanyanya ragu.
Aku hanya membisu mendengar ucapan Fajar barusan. Sebelum
akhirnya Aku mampu mengeluarkan jawaban, “iya, itu benar. Lantas?”
“Aku selama ini hanya diam tiap mendengar itu, bukan
berarti Aku tidak suka padamu. Terkadang, Aku juga pernah memikirkan bagaimana
perasaan Aku padamu. Bahkan, pernah membayangkan seandainya kita pacaran. Tapi Aku
berpikir, kita sudah terbisaa dengan keadaan seperti ini. Maksudku, bersahabat.
Jika Aku putuskan untuk melanjutkan perasaanku padamu, Aku takut kita jadi
tidak bisa seperti ini lagi.” Bebernya.
Aku terpaku dan tidak bisa menelan ludah. Aku juga tidak
sedang berpikir apalagi mencerna ulang ucapan yang dikatakan Fajar. Sungguh,
ini membuatku lupa dengan situasi yang ada. Aku baru bisa berkata saat Aku
merasa ada hembusan angin yang mengibaskan rambutku.
“Fajar, sejak kapan kamu merasa seperti itu?” tanyAku
singkat.
“sejak satu tahun yang lalu.” Jawabnya singkat.
Hening. Bahkan Aku teringat kejadian apa saja yang telah
kami alami bersama selama satu tahun ini. Begitu banyak pengalaman yang kami
alami. Bahkan tidak bisa Aku lupakan beberapa kejadian kecil yang mampu
membuatku tersipu malu bila sedang bersama Fajar. Ini membuatku semakin sulit
mencerna ucapannya tadi. Ditambah lagi dengan status Fajar yang adalah pacar
Pelangi.
“Aku tau Aku salah. Tidak seharusnya Aku berkata seperti
ini padamu karena Aku berstatus pacar Pelangi. Aku juga tidak bermaksud ingin
membuatmu terkejut seperti ini. Karena kondisinya sudah berubah Aku tidak lagi
sendiri. Yang Aku lakukan saat ini, hanya ingin kamu tau bahwa Aku sebenarnya
menyukaimu. Itu saja. Tidak lebih. Dan itu sudah membuatku lega.” Bebernya
lagi, seakan dia tahu apa yang Aku pikirkan saat ini.
“iya.. Aku tau itu. Terima kasih karena sudah membuat pengakuan
padaku. Ini juga sudah membuatku lega atas apa yang Aku butuhkan selama ini.
Dan Aku juga bahagia karena ternyata kamu bisa memikirkan hal yang baik untuk
kita. Kita bersahabat.” Jawabku tegas sambil tersenyum bahagia. Aku juga menyadari ini baik untuk kita. Kita
akan terus seperti ini. Semoga.. doaku dalam hati.
Pikiranku terhenti ketika mendengar sorak orang-orang
yang ada di pantai menghitung mundur. Karena ternyata tahun ini akan berakhir
10 detik lagi.
“sepuluh.. Sembilan.. delapan.. tujuh.. enam.. lima..
empat.. tiga.. dua.. satu.. Happy New
Year!!” semua orang berseru berbarengan dengan ledakan kembang api di
langit malam yang gelap.
“Happy New Year,
Fajar!” ucapku sedikit berbisik pada Fajar yang sedang melihat ke atas sontak
pandangannya jatuh pada matAku.
“Happy New Year,
Senja!” balasnya singkat sambil tersenyum dengan senyum terbaiknya.
***
Akhirnya, pengakuan itu terlepas dari mulutnya. Tanganku
bergetar, senyumku mengembang bahagia. Walau ini waktunya tidak tepat, tapi Aku
bersyukur atas apa yang diakuinya. Terima kasih tuhan.. Engkau mengizinkanku
merasakan jatuh cinta. Cinta yang ternyata masih ada sejak lama. Cinta yang
kuyakini tidak akan pernah ada. Cinta yang telah kutegaskan untuk segera
melupakannya. Namun datang tiba-tiba membawa sebuah pengakuan singkat yang
bahkan tidak bisa ditebak sebelumnya.
~selesai~
Komentar
Posting Komentar